Rabu, 02 Mei 2012

Paradigma Web 2.0: Agile Process

Tulisan ini merupakan lanjutan dari Paradigma Web 2.0 bagian pertama yang telah saya tulis sebelumnya disini. Jika pada tulisannya sebelumnya, saya cenderung menyoroti adanya suatu perubahan paradigma dalam platform Web 2.0, maka pada bagian ini, saya akan menyoroti beberapa faktor pemicu akselerasi Web 2.0 itu.
Keilmuan Informatika merupakan keilmuan yang berkembang pesat, karena dinamis dan mengglobal. Dari sudut pandang saya, maka akselerasi perkembangan Web 2.0 itu dapat dilihat dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah process, people and technology.
1. Process
Process yang saya maksudkan disini adalah proses pengembangan perangkat lunak aplikasi. Sebenarnya Web 2.0 adalah produk perangkat lunak, dimana perangkat lunak ini, dibangun dengan disiplin software engineering. Nah, dari kacamata software engineering, maka pengembangan aplikasi perangkat lunak harus mengikuti SDLC atau Software Development LifeCycle. Bahasan tentang metodologi SDLC selengkapnya bisa dilihat pada tulisan2 saya disini, disini dan disini. Ketiga metodologi yang telah saya tuliskan itu merupakan metodologi pengembangan perangkat lunak dengan paradigma SDLC dan telah terbukti ampuh menjawab permasalahan pengembangan aplikasi.



Memasuki era 2000- an, maka muncul suatu pendekatan baru dalam pengembangan aplikasi perangkat lunak, khususnya aplikasi perangkat lunak berbasis web. Pendekatan tersebut adalah pendekatan agile.
Pendekatan agile software development pada aplikasi perangkat lunak berbasis web, sangat mempersingkat waktu pengembangan aplikasi. Biasanya dibutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan setahun lebih untuk mengembangkan sebuahbaplikasi berbasis web, tapi dengan metodologi dgn pendekatan agile, maka menghasilkan produk software menjadi lebih singkat. Kuncinya sebenarnya ada pada menghasilkan "beta released" dari suatu aplikasi dan komitmen stakeholders dalam membuat perangkat lunak. Dengan menunjukkan terlebih dahulu kepada stakeholders suatu working - software dalam versi beta released, maka time to market sebuah aplikasi dapat dipercepat.
Selain itu pendekatan agile juga bersifat lebih responsive terhadap perubahan requirement. Kita tahu bersama, dalam pengembangan suatu aplikasi perangkat lunak, perubahan requirement sering terjadi. Saat sebuah perangkat lunak direleased untuk digunakan organisasi, biasanya perangkat lunak tersebut "mengikuti" proses bisnis tertentu dalam organisasi. Dalam dunia bisnis, perubahan proses bisnis seringkali menjadi "mati hidupnya" suatu organisasi. Dengan karakteristik agility, maka aplikasi perangkat lunak yang dibangun untuk mendukung proses bisnis, dapat diubah, disesuaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Prinsip pendekatan agile selengkapnya  dapat ditemukan pada Agile Alliance. Prinsip dasarnya menjelaskan bahwa pendekatan agile dalam disiplin ilmu teknik informatika diperlukan untuk mengurangi kelambanan dalam tahapan pengembangan perangkat lunak, guna mengantisipasi kebutuhan bisnis yang menuntut dihasilkannya perangkat lunak dengan time-to-market yang singkat. Pendekatan Agile juga berarti sebagai suatu tim yang siap merespons perubahan, yakni perubahan kebutuhan pengguna. Dalam pemahaman ini berarti setiap tim pengembang harus erat bekerja sama dengan pengguna dalam mengembangkan aplikasi berbasis web. Kolaborasi pengguna dan pengembang sangat krusial dilakukan untuk mengantisipasi adanya perubahan dalam kebutuhan perangkat lunak. Tanggap mengantisipasi perubahan merupakan ciri utama dari pendekatan agile. 
Dalam pengalaman saya mengembangkan aplikasi perangkat lunak, maka menggunakan paradigma Agile adalah "susah susah gampang" (dialek Manado, yang berarti kondisi kerja yang mudah namun di saat yang bersamaan bisa menjadi sulit). Tantangannya disini adalah bagaimana mendapatkan stakeholders yang memiliki komitmen, dan menemukan programmer yang ready. Untuk situasi dan kondisi di Manado (hingga tulisan ini dibuat, 2012), maka kombinasi stakeholders yang berkomitmen dengan programmer yang ready, SUKAR ditemukan. 
Implementasi pendekatan agile relatif lebih mungkin dilakukan dalam situasi dan kondisi pengembangan keilmuan, misalnya dalam penyelesaian Kerja Praktek dan Tugas Akhir mahasiswa. Untuk inipun, masih sebatas pada metodologi Agile - Unified Proces; yang pada dasarnya bukanlah metodologi ägile" yang original, karena masih "dikaitkan" dengan Unified Software Development Process.

2. People
Saya berpendapat bahwa perkembangan Web 2.0 yang pesat ditunjang oleh manusia itu sendiri. Kita tidak bisa melupakan jasa para software engineers yang melakukan riset-riset terkait yang mendukung kelahiran Web 2.0 dan teknologi jaringan komputer. Sebut saja Tim Bernes Lee dari CERN. Kemudian Bill Gates dari Microsoft dan Steve Jobs dan Steve Wozniak dari Apple. Saya secara pribadi mengagumi Dennis Ritchie yang mengembangkan bahasa C. Bahasa C ini menjadi dasar pengembangan berbagai aplikasi yang mendukung lahirnya aplikasi perangkat lunak berbasis web. Linus Trovalds juga merupakan salah satu tokoh yang perlu disebut. Bagian ini saya akan jelaskan pada tulisan yang tersendiri.

3. Technology.
Secara mendasar, teknologi yang mendukung perkembangan Web 2.0 dapat dibagi menjadi 3 bagian: 1) hardware, 2) jaringan dan 3) software. Bagian ini pun saya akan tuliskan tersendiri.

Catatan Hardiknas 2012 dan TIK

Pukul 07.00 Pagi, semua dosen, pegawai dan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado telah bersiap untuk melakukan Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2012 di Lapangan KONI Sario Manado. Kegiatan apel memperingati hari kenegaraan tertentu memang sering dilakukan dalam lingkungan kampus Unsrat. Namun, pelaksanaan upacara memperingati Hardiknas tahun ini dirasakan sedikit berbeda. Mengapa berbeda? Sedikitnya ada beberapa hal ...
Universitas Sam Ratulangi baru "pertama kali" ini melakukan apel di Lapangan KONI Sario Manado. Biasanya, kita melaksanakan apel di dalam lingkungan kampus Unsrat. Tapi dengan adanya kondisi "pembangunan" disana sini, maka dirasakan tidak ada lagi tempat yang cukup memadai untuk menampung "ribuan" warga keluarga besar (dosen, pegawai dan mahasiswa) Unsrat.
Ini merupakan hal yang baik menurut hemat saya. Situasi "pindah"-nya lokasi Apel, secara langsung menunjukkan bahwa Unsrat sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Tentu saja pembangunan yang saya maksudkan disini adalah pembangunan fisik, infrastruktur bangunan. Hal ini ditegaskan kembali dalam Sambutan Rektor Prof. DR. D Rumokoy, bahwa visi Universitas Sam Ratulangi, to be excellent University, masih akan di FOKUSkan pada ëxcellent" dalam pembangunan infrastruktur sarana pendidikan, seperti ruang kuliah, Rumah Sakit Pendidikan dan sarana pendukung lainnya. 
Namun, demikian apakah berarti Unsrat akan mengabaikan pembangunan "soft" excellent university? Yang saya maksudkan disini adalah riset-riset menurut keilmuan tertentu dan pengabdian pada masyarakat? Dari sambutan Rektor, sepertinya tidak begitu. Informasi yang saya dapatkan dan ditegaskan oleh beberapa teman, Unsrat akan membangun "soft" excellent university dalam hal Lembaga Kajian Policy dan Regional Studies.

Sebagai seorang dosen "muda" di lingkungan Program Studi Teknik Informatika, maka saya pribadi melihat investasi dalam bentuk pengadaan infrastruktur Teknologi Informasi di kampus Universitas Sam Ratulangi benar-benar sangat besar. Universitas Sam Ratulangi telah membangun jaringan komputer yang menggunakan fiber optic, yang menghubungkan puluhan titik "hot spot". Disamping itu, Universitas Sam Ratulangi juga telah memiliki Knowledge Management Systems (KMS), berupa 8 (delapan) Sistem Informasi yang difokuskan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar dalam lingkungan Universitas Sam Ratulangi.
Prodi Teknik Informatika sendiri mendapat dana yang luar biasa besar untuk pengadaan Laboratorium Teknologi Informasi Komunikasi (Lab TIK). Lab TIK ini dapat dikatakan merupakan Lab TIK yang sangat modern, yang pernah ada di Sulawesi Utara.
Saya kira, jika dikatakan bahwa visi Universitas Sam Ratulangi adalah menuju Universitas Unggulan di Sulawesi Utara, dengan melihat kenyataan pembangunan infrastuktur yang sedemikian gencarnya, maka memang dapat dikatakan bahwa Unsrat telah menjadi EXCELLENT UNIVERSITY.

Tetapi apakah hanya dengan membangun infrastruktur sedemikian gencarnya maka, Universitas Sam Ratulangi bisa menjadi EXCELLENT? Saya berargumentasi: tidak!
Dibutuhkan suatu sudut pandang yang komprehensif untuk memahami bahwa keunggulan suatu lembaga pendidikan tinggi, bukan dari sekedar pembangunan infrastrukturnya saja. Masih banyak aspek keunggulan yang HARUS diperhatikan segenap Keluarga Besar Unsrat.
Misalkan saaja dalam hal infrstruktur Teknologi Informasi, maka jaringan komputer yang telah ada, perlu untuk dikelola dengan optimal. Disana sini masih terdapat kasus "salah kelola" jaringan komputer Unsrat. Isu availability (atau ketersediaan) koneksi internet masih menjadi masalah di akar-rumput. Belum lagi ditambah dengan content yang diakses yang cenderung tidak mendukung proses belajar-mengajar (yakni kebanyakan mengakses Facebook saat jam kerja, atau mahasiswa yang cenderung mengkases game online).
Dibutuhkan sebuah KOMITMEN bersama untuk menjadikan institutsi kebanggaan Sulawesi Utara ini makin EXCELLENT secara komprehensif. 

Baru-baru ini via twitter saya mendapat informasi mengenai hasil penelitian terkini terkait adanya hubungan yang signifikan linier antara GDP per kapita penduduk dengan skor matematika internasional. Studi ini dilakukan sejak tahun 1960 hingga 2010, di Amerika dan Kanada.


Hasil yang "tak terbantahkan" menunjukkan bahwa lembaga Pendidikan Tinggi masih sangat diperlukan untuk mereformasi dirinya, agar dapat meningkatkan daya saing bangsa di masa mendatang. Masih diperlukan pembangunan BUDAYA ORGANISASI yang lebih adaptif, modern dan melembaga. Dan cara untuk meraihnya hanya dengan menciptakan budaya keunggulan-yang-terus-menerus ... tidak hanya berhenti pada "suatu periode kepemimpinan"seorang Rektor.

Maju Terus Universitas Sam Ratulangi ... menuju Excellent University!

Selasa, 01 Mei 2012

e-Business: Shopping Chart

Melanjutkan tulisan saya tentang e-Business, yakni mengenai Storefront Model disini. Maka kali ini saya akan menulis tentang teknologi Shopping Chart.

Seperti telah saya kemukan sebelumnya, model e-bisnis Storefront Model, berusaha untuk mempertemukan secara langsung seller dan buyer, dalam platform Web 2.0. Model bisnis ini menjadi "possible" dilakukan karena ditemukannya teknologi shopping chart. Teknologi shopping chart sebenarnya adalah sebuah teknologi yang memungkinkan calon pembeli memesan produk yang akan dibeli dan kemudian menyimpannya sebelum dibayar. Konsep shopping chart sebenarnya seperti keranjang belanja saat kita berbelanja di hypermart ataupun supermarket. Tentu saja, konsep ini berbeda dengan keranjang belanja saat kita berbelanja di pasar tradisional. Karena di pasar tradisional, keranjang belanja ditujukan untuk menampung barang-barang ÿang telah dibayar", sedangkan keranjang belanja di hypermart atau supermarket, ditujukan untuk menampung barang-barang yang belum dibayar, bahkan belum tentu dibeli. Inilah pemahaman kunci dari teknologi shopping chart.

Jadi, dengan teknologi shopping chart, dibutuhkan dukungan teknologi otentikasi user, user interface catalog, dan tentu saja, teknologi basis data relational. Pihak merchant mau tidak mau harus menyediakan server untuk data storage dan server untuk web applications. DBMS (database management system) harus bisa mengelola proses storing, reporting dan updating data dalam jumlah besar dan secara online. Bisa dibayangkan sekiranya pada saat yang bersamaan website server harus melayani "permintaan"data processing dalam jumlah besar pada saat yang bersamaan. Maka tentu saja, implementasi DBMS harus menjadi salah satu pertimbangan utama, bagi para pebisnis yang ingin melakukan e-bisnis menurut model storefront.

Isu security dan privacy memang masih menghantui teknologi shopping chart. Namun demikian "success story" beberapa pebisnis online pun makin terkenal. Lihat saja Amazon.com. Dibuka di tahun 1994, maka Amazon.com memasuki dunia bisnis online awalnya hanya sebagai retailer mail-order book. Lini produk Amazon.com awalnya hanya buku sekarang telah berkembang menjadi banyak produk seperti CD, DVD, electronic cards, consumer electronics, perangkat keras berbagai jenis dan masih banyak lagi. Perkembangan terakhir dari Amazon.com malah telah "mengubah"model e-bisnisnya dengan mengimplementasikan teknologi Cloud Computing (yang akan saya ulas pada bagian tersendiri).

Proses commerce di Amazon.com dibuat menjadi sangat sederhana. Kita dapat langsung masuk ke halaman depan Amazon.com, kemudian langsung memilih produk yang ingin kita beli. Fitur "SEARCH BOX" yang terletak dibagian atas tengah halaman web, sangat menyolok dan lumayan besar. Disisi kanan halaman utama ditampilkan pilihan belanja menurut departemen, yakni produk- produk yang telah dikategorikan oleh management Amazon.com. Setelah memilih produk yang ingin kita beli, kita tinggal menekan ADD TO SHOPPING CHART yang ada di sebelah kanan atas halaman web. Shopping chart akan memproses data pembelian tersebut, dan kepada kita akan ditampilkan opsi menambah, mengurangi, membatalkan kuantitas setiap item produk yang ingin kita beli, ataupun untuk memilih selesai belanja dan melanjutkan belanja.
Pembeli langganan, dapat memanfaatkan teknologi 1-Click System. Teknologi ini sebenarnya yang saya kagumi dari Amazon.com, karena dapat "mengingat" sejarah belanja saya, sehingga membantu saya untuk lebih efisien dalam "menemukan" produk yang ingin kita beli selanjutnya.

Selain amazon.com, maka kita bisa melihat www.etoys.com, dan www.webvan.com sebagai contoh model bisnis storefront dengan teknologi shopping chart.

e-Business (Bagian 1: Pengantar)

e-Business Models
Pengantar: saya tertarik mulai menulis tentang e-business. Sebagai bekas mahasiswa, saya memang pernah mengikuti kuliah tentang e-Business di Fakultas Ilmu Komputer - Magister Teknologi Informasi. Selain itu, saya juga sering ditugaskan untuk mengampu mata kuliah Aplikasi Sistem Enterprise dan e-Business. Pengalaman sebagai seorang praktisi e-Business juga akan turut mewarnai tulisan-tulisan saya ini. Semoga bermanfaat.

Pengertian Dasar
Banyak yang telah mencoba mengartikan e-business. Tapi, secara sederhana kita dapat memahami e-business sebagai ä company that has an online presence. Entitas bisnis yang hadir secara online, dan dapat melakukan aktivitas selling (menjual), trade (berdagang), barter (bertukar-jasa) atau melakukan transaksi disebut sebagai e-commerce. Tentu saja pengertian ini dapat diperdebatkan, tapi saya melihatnya dari sudut pandang seorang praktisi.
Bahasan saya tentang e-Business, saya awali dengan Model e-Business. e-Business Model sebenarnya merupakan kombinasi dari policy, operasionalisasi, teknologi dan ideologi yang dianut oleh entitas bisnis online. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa e-Business tidak hanya "melulu" tentang teknologi (dalam hal ini teknologi Web 2.0), tapi juga berhubungan dengan proses yang ada, dan terutama budaya organisasi itu sendiri.
Secara teori, maka model e-business dibedakan menjadi:
1). Storefront Model; dimana teknologi yang digunakan dibedakan menjadi Shopping-cart Technology dan Online Shopping Malls
2). Auction Model
3). Portal Model
4). Dynamic Pricing Models

Storefront model merupakan tipe e-business yang paling populer di kalangan penggiat dunia maya. Bahkan jika masyarakat awam "bercerita" tentang pengalaman melakukan bisnis secara online, maka sebenarnya, mereka "berbisnis"secara "storefront". Model storefront mengkombinasikan transaction processing, security, online payment, dan information storage, sehingga memungkinkan penyedia menampilkan dan menjual produknya pada platform Web 2.0. Model storefront sebenarnya adalah bentuk dasar e-commerce. Storefront mempertemukan buyer dan seller secara langsung.

Teknis proses bisnisnya adalah seperti ini:
1) Untuk melakukan storefront maka diperlukan katalog online, dimana setiap produk yang akan dijual diorganisasikan pada katalog online tersebut.
2) order pemesanan dilakukan menurut official website
3) proses pembayaran pesanan dilakukan pada lingkungan yang secure (dan konfirmasi)
4) proses pengiriman barang yang dipesan kepada pelanggan (dan konfirmasi)
5) proses mengelola data pelanggan

Tren yang berkembang sekarang ini adalah proses yang ke-6, yakni "menghadirkan"official website penjual kepada pembeli. Jadi, dalam platform Web 2.0, pembeli "tidak diharuskan" untuk mendatangi toko, melainkan informasi tentang barang yang dijual yang harus mendatangi calon pembeli.

Beberapa contoh mengenai storefront model adalah More.com dan Ticketmaster.com. More.com adalah sebuah "toko online" yang memfokuskan diri pada produk-produk kesehatan dan kecantikan. Sedangkan Ticketmaster.com menjual ticket untuk konser, olahraga, seni, dll. Kedua toko online ini benar-benar melakukan bisnis online dengan model storefront.


Freemium

Pengantar:
Sebelum membaca bagian ini, para pembaca diharapkan telah membaca tulisan yang dirujuk pada link berikut ini:

Saya kira, tidak ada sebuah business model yang benar-benar baru, selain yang dilahirkan oleh abad Web 2.0. Tentu saja kita harus memahami apa yang dimaksud dengan Web 2.0 tersebut. Silahkan untuk membaca tulisan saya tentang Paradigma Web 2.0 disini. Atau untuk tentang Perspektif Teknologi Informasi. Pemahaman pembaca tentang Web 2.0 serta akibat-akibat yang ditimbulkan dari digunakannya teknologi Web 2.0 tersebut sangat penting untuk dipahami.
Chris Anderson (canderson@wired.com) yang merupakan editor in chief of  Wired Magazine; memaparkan mengenai Taxonomy of FREE sebagai berikut:
 1) Freemium
What's free: Web software and services, some content. 
Free to whom: users of the basic version.
This term, coined by venture capitalist Fred Wilson, is the basis of the subscription model of media and is one of the most common Web business models. It can take a range of forms: varying tiers of content, from free to expensive, or a premium "pro" version of some site or software with more features than the free version (think Flickr and the $25-a-year Flickr Pro).
2) Advertising
What's free: content, services, software, and more. 
Free to whom: everyone.
Layanan "menampilkan" iklan yang dilakukan mesin google, adalah sebuah contoh nyata bahwa dalam dunia Web 2.0, advertising sudah menjadi FREE. Lihatlah yang dilakukan oleh Amazon.com, dengan menampilkan fitur "buku yang disarankan".
3)  Cross-subsidies
What's free: any product that entices you to pay for something else. 
Free to whom: everyone willing to pay eventually, one way or another.
4) Zero marginal cost
What's free: things that can be distributed without an appreciable cost to anyone. 
Free to whom: everyone.
5) Labor exchange
What's free: Web sites and services. 
Free to whom: all users, since the act of using these sites and services actually creates something of value.
6) Gift economy
What's free: the whole enchilada, be it open source software or user-generated content. 
Free to whom: everyone.

Untuk studi kasus yang dirujuk Chris Anderson; beliau merujuk pada link-link dibawah ini:
Tentang Webmail bisa dilihat disini: 
Tentang  Air Travel bisa dilihat disini: 
Tentang CD dan DVD bisa dilihat disini:
Tentang Direktori Help bisa dilihat disini:

Saya memilih dua buah studi kasus untuk bahasan kita tentang FREEMIUM:
1) tentang Toko Online Manadokota http://www.manadokota.com/index.php
2) tentang Komunitas Blogger Sulawesi Utara http://www.kawanuablogger.com/

Setiap mahasiswa dipersilahkan untuk mempelajari studi kasus yang dipaparkan oleh Chris A derson tersebut diatas, dan memberi komentar dibagian bawah tulisan ini.
Sedangkan untuk kedua studi kasus yang saya pilihkan, silahkan memberi tanggapan di twitter dengan menggunakan hashtag #MITI dan mencantumkan nama akun @stanlysk, @manadokota dan @bloggermanado.
Selengkapnya bisa ditanyakan saat pertemuan tatap muka.