Senin, 01 Oktober 2012

QFD dan Elisitasi Software Requirements


Terdapat beberapa teknik untuk mendefinisikan persyaratan perangkat lunak. Salah satunya adalah yang disebut Quality function deployment (QFD). Pressman menjelaskan bahwa QFD merupakan salah satu teknik manajemen kualitas yang dapat "menterjemahkan" kebutuhan pelanggan ke dalam bentuk persyaratan software yang teknis; dengan berpedoman pada kebutuhan pelanggan. Teknik QFD dimulai dengan mengklasifikasikan requirements ke dalam tiga tipe yakni normal, expected dan exciting. Kebutuhan "normal" adalah persyaratan yang mandatory dikembangkan oleh tim pengembang. Sementara untuk kategori expected dan exciting adalah persyaratan yang dapat "ditunda". Klasifikasi pesyaratan kebutuhan ini didasarkan atas value (atau manfaat) yang bisa diperoleh dari implementasi fitur tersebut pada sistem aplikasi perangkat lunak yang akan dikembangkan. Tentu saja dibutuhkan sebuah proses yang disebut "value analysis" untuk mengidentifikasi secara lengkap setiap persyaratan perangkat lunak tersebut.

Melakukan elisitasi persyaratan perangkat lunak, bukanlah pekerjaan yang mudah, meski demikian dengan sering melakukan latihan, maka tim pengembang akan makin baik. Penyebabnya adalah user yang sering tidak memahami perangkat lunak yang akan dibangun dan komunikasi tim pengembang yang tidak efektif. Kedua faktor ini sering menyebabkan "gagalnya" proses elisitasi mendapatkan persyaratan perangkat lunak dengan lengkap.

Menurut Pressman, terdapat beberapa produk yang dapat dihasilkan dari proses elisitasi persyaratan perangkat lunak ini, diantaranya adalah:
1) Statement of need and feasibility
2) Bounded statement of scope for system or product
3) List of stakeholders involved in requirements elicitation
4) Description of system’s technical environment
5) List of requirements organized by function and applicable domain constraints
6) Set of usage scenarios (use-cases) that provide use insight into operation of deployed system
7) Prototypes developed to better understand requirements 

Setelah melakukan proses elisitasi persyaratan perangkat lunak, maka tim pengembang akan membuat dokumen vision. Sebuah contoh dari dokumen vision tersebut dapat dilihat disini:

Untuk penjelasan lebih mendalam mengenai teknik QFD dapat mengacu pada URL dibawah ini:
dan

Senin, 24 September 2012

Memahami Requirements Perangkat Lunak

Memahami requirements perangkat lunak, merupakan langkah awal dalam pengembangan perangkat lunak. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan requirements tersebut? Ada yang mengartikan requirements sebagai pendefinisian perangkat lunak. Beberapa pakar software engineering, mengartikan requirements perangkat lunak sebagai kebutuhan atau persyaratan perangkat lunak; yakni setiap fungsi yang dapat dilakukan perangkat lunak.

Menurut hemat saya, proses pendefinisian perangkat lunak, haruslah merupakan proses penyelesaian masalah. Jika kita berparadigma bahwa perangkat lunak dibangun dengan tujuan khusus tertentu, untuk melaksanakan fungsi khusus tertentu, maka sebagai sebuah produk, tentu saja, perangkat lunak ditujukan untuk menyelesaikan masalah tertentu. Pendekatan problem-solving ini, merupakan pendekatan rekayasa.
Lihat sebuah Gambar dibawah ini:

Gambar diatas merupakan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah tertentu. Proses requirements software pun mengikuti pola yang demikian. Pressman menyebutkan bahwa requirements engineering helps software engineers better understand the problems they are trying to solve. Ini berarti Pressman mengikuti paradigma software for solving problems. Jadi, proses pendefisian kebutuhan perangkat lunak adalah sebuah proses dimana pengembang dan stakeholders berusaha memahami permasalahan dan mencarikan solusi permasalahan tersebut, dengan mengembangkan perangkat lunak. Jiwa "problem solving" inilah yang harus dikembangkan tim pengembang perangkat lunak.

Tentu saja, melakukan pendefisinian kebutuhan perangkat lunak HARUS melibatkan stakeholders secara intim. Karena pada dasarnya, permasalahan stakeholder-lah yang ingin diselesaikan, oleh dan dengan perangkat lunak yang akan dikembangkan. Seperti yang diungkapkan Pressman bahwa ... it is very important to understand the customer’s wants and needs before you begin designing or building a computer-based solution ...
Selanjutnya Pressman menulis bahwa ... the intent of requirements engineering is to produce a written understanding of the customer’s problem ... Ini harus dipahami sebagai tujuan yang harus dicapai oleh stakeholders dan tim pengembang, yakni permasalahan yang ingin diselesaikan haruslah dalam bentuk tertulis (written problems). Tinjauan permasalahan yang tertulis merupakan hal penting lainnya dalam proses pendefinisian perangkat lunak, karena sifat manusia (baik stakeholders dan pengembang) yang cenderung berubah-ubah, maka mendapatkan written problems merupakan hal yang mandatory. Biasanya dokumentasi kebutuhan perangkat lunak itu ditulis sebagai SRS (software requirements specification). SRS akan berisi scenario users, daftar fungsi dan fitures yang akan dikembangkan, model diagram analisis kebutuhan hingga spesifikasi sistem yang akan dikembangkan.

Tahap Requirements Engineering yang dikemukakan Pressman:
1) Inception (software engineers use context-free questions to establish a basic understanding of the problem, the people who want a solution, the nature of the solution, and the effectiveness of the collaboration between customers and developers)
2) Elicitation (find out from customers what the product objectives are, what is to be done, how the product fits into business needs, and how the product is used on a day to day basis)
3) Elaboration (focuses on developing a refined technical model of software function, behavior, and information)
4) Negotiation (requirements are categorized and organized into subsets, relations among requirements identified, requirements reviewed for correctness, requirements prioritized based on customer needs)
5) Specification (written work products produced describing the function, performance, and development constraints for a computer-based system)
6) Requirements validation (formal technical reviews used to examine the specification work products to ensure requirement quality and that all work products conform to agreed upon standards for the process, project, and products)
7) Requirements management (activities that help project team to identify, control, and track requirements and changes as project proceeds, similar to  software configuration management (SCM) techniques

Dalam prakteknya, pendefinisian persyaratan merupakan ketrampilan, sehingga harus dilatih agar supaya menjadi mahir. Semakin sering, seorang pengembang melakukan komunikasi-terbuka dengan stakeholders maka, pendefinisian perangkat lunak akan semakin clear dan sharp.

Selanjutnya, silahkan melihat tulisan saya berikut ini, sebagai bagian lanjutan dari Memahami Requirements Perangkat Lunak:

 

Jumat, 14 September 2012

Konsep Manajemen Proyek Perangkat Lunak


Perangkat Lunak, sekarang ini dikembangkan dengan pendekatan manajemen proyek. Apa artinya? Dalam hal ini, kita, sebagai pengembang perangkat lunak, memahami bahwa perangkat lunak itu adalah sebuah produk. Dan sebagaimana halnya sebuah produk, maka untuk menghasilkan produk yang berkualitas, perangkat lunak perlu dibuat dengan mengikuti alur proses tertentu yang terukur. Pengelolaan perangkat lunak merupakan hal penting dalam menjamin kualitas produk perangkat lunak itu sendiri.

Pressman mengemukakan beberapa pokok pikiran terkait konsep manajemen proyek perangkat lunak, diantaranya adalah:
1) Project management involves the planning, monitoring, and control of people, process, and events that occur during software development.
2) Everyone manages, but the scope of each person's management activities varies according his or her role in the project.
3) Software needs to be managed because it is a complex undertaking with a long duration time.
4) Managers must focus on the fours P's to be successful (people, product, process, and project).
5) A project plan is a document that defines the four P's in such a way as to ensure a cost effective, high quality software product.
6) The only way to be sure that a project plan worked correctly is by observing that a high quality product was delivered on time and under budget.

Pokok pikiran yang dikemukakan Pressman dapat menjadi dasar kerangka acuan berpikir dari pengembang perangkat lunak. Lihat pokok pikiran 3) misalnya, disitu disebutkan bahwa perangkat lunak, perlu dikelola karena merupakan produk yang kompleks, yang harus dikerjakan dalam kurun waktu tertentu yang relatif cukup lama. Hal ini sangat tepat, dalam konteks perangkat lunak dewasa ini. Sebuah aplikasi stand-alone saja sudah terdiri dari puluhan halaman kode (diukur dengan satun LOC atau Lines of Code); belum lagi ditambah dengan banyaknya "konektivitas" (misalnya koneksi antar-muka, koneksi basis data, jaringan dan sebagainya). Sesungguhnya isu kompleksitas perangkat lunak, merupakan isu yang tidak terbantahkan di era Web 2.0 sekarang ini. Rancang bangun perangkat lunak yang sederhana merupakan tantangan tersendiri bagi tim pengembang.

Mari kita lihat, pokok pikiran Pressman yang ke 4). Disini Pressman menekankan mengenai spektrum manajemen perangkat lunak, yakni:
1) People (recruiting, selection, performance management, training, compensation, career development, organization, work design, team/culture development) 
2) Product (product objectives, scope, alternative solutions, constraint tradeoffs)
3) Process (framework activities populated with tasks, milestones, work products, and QA points)
4) Project  (planning, monitoring, controlling)
Fokus manajemen perangkat lunak, tidak melulu pada "product" atau working-software itu sendiri. Selain itu, diperlukan fokus untuk mengelola People (yakni semua yang terlibat dalam pengembangan perangkat lunak); Process (atau bisa disebut sebagai kerangka kerja, metodologi yang digunakan dalam mengembangkan perangkat lunak) serta Project (yang dapat dipahami sebagai aktivitas perencanaan, pengawasan dan pengendalian).

Terkait fokus manajemen PEOPLE; maka isu yang harus diperhatikan adalah bagaimana berkomunikasi. Pengalaman saya dalam mengembangkan perangkat lunak, maka semakin banyak stakeholders (dan tim pengembang) maka semakin besar juga bias dalam saluran komunikasi standar antar stakeholders (dan tim pengembang). Dalam berkomunikasi standar, kita menggunakan bahasa, namun demikian kadang ditemui, arti dan makna bahasa tertentu, sering dipahami berbeda. Isu ini akan mencuat jika tim pengembang terdiri dari anggota tim lintas generasi (perbedaan umur yang signifikan), kultur budaya yang berbeda serta lintas organisasi (atau lintas departemen). Diperlukan sebuah mekanisme komunikasi yang handal untuk menjamin saling pengertian antar tim pengembang. Tentu saja, secara pribadi, saya sangat menyarankan untuk menggunakan mekanisme: "tatap muka".

Terkait fokus manajemen PRODUCT, maka isu yang muncul biasanya adalah "scope creep", atau bertambahnya (berubahnya) fitur aplikasi. Scope creep muncul dari stakeholders, user dan tim pengembang sendiri. Mengatasi hal ini, bisa dengan sebuah kesepakatan formal mengenai fitur-fitur aplikasi yang dikembangkan. Atau jika terjadi perubahan, dikompensasi dengan besarnya cost pengembangan aplikasi. Isu lainnya yang penting juga adalah masalah kualitas perangkat lunak yang dihasilkan. Aktivitas pengujian perangkat lunak harus benar-benar dilakukan dan terdokumentasi dengan baik. Tidak bisa hanya sekedar melakukan Uji Acceptance; tapi juga HARUS melakukan uji teknis (dalam beberapa tipe uji perangkat lunak). Stakeholders harus memahami bahwa satu-satunya cara menjamin kualitas perangkat lunak adalah dengan melakukan uji perangkat lunak.

Terkait fokus manajemen PROCESS, maka isu yang harus diperhatikan adalah dokumentasi perangkat lunak. Pada dasarnya perangkat lunak itu adalah algoritma program yang menjalan proses bisnis tertentu, mengolah data dan DOKUMENTASI. Dokumentasi perangkat lunak, bukanlah sekedar Panduan Instalasi atau Panduan Menggunakan Aplikasi, tapi juga menyangkut setiap proses pengembangan perangkat lunak yang dilakukan. Hal ini penting untuk kepentingan manajemen proyek dan terlebih untuk kepentingan pemeliharaan perangkat lunak itu sendiri.


Model Proses Perangkat Lunak AGILE


Roger Pressman mengemukakan beberapa hal terkait model proses perangkat lunak agile (lunak); yakni:
Agile software engineering represents a reasonable compromise between to conventional software. 
Agile development processes can deliver successful systems quickly
Agile development stresses continuous communication and collaboration among developers and customers
Agile software engineering embraces a philosophy that encourages customer satisfaction, incremental software delivery, small project teams (composed of software engineers and stakeholders), informal methods, and minimal software engineering work products 
Agile software engineering development guidelines stress on-time delivery of an operational software increment over analysis and design (the only really important work product is an operational software increment)


Yang dapat dipahami dari pendapat Roger Pressman tersebut adalah model proses agile merupakan suatu model proses perangkat lunak yang menitikberatkan pada membangun perangkat lunak yang cepat, dan di-delivered kepada pengguna dengan cepat.

Apakah paradigma agile berarti "mengabaikan" disiplin software engineering? Tentu saja tidak! Karena yang namanya "process model" tentu saja, masih ber-proses. Dan proses memiliki pentahapan dengan sejumlah aktivitas tertentu yang harus dikerjakan. Pendapat saya, model proses agile, harus dipahami dalam konteks melibatkan user (dan stakeholders lainnya) secara penuh dalam pengembangan perangkat lunak; dengan terus-menerus mengadopsi kebutuhan user (yang akan cenderung berubah-ubah); dengan demikian harus memiliki tim pengembang yang siap dengan perubahan.

Silahkan melihat juga tulisan saya tentang Paradigma Web 2.0: Agile Process disini:

Pressman mengemukakan beberapa prinsip terkait model proses agile, diantaranya adalah:
1. Highest priority is to satisfy customer through early and continuous delivery of valuable software
2. Welcome changing requirements even late in development, accommodating change is viewed as increasing the customer’s competitive advantage
3. Delivering working software frequently with a preference for shorter delivery schedules (e.g. every 2 or 3 weeks)
4. Business people and developers must work together daily during the project
5. Build projects around motivated individuals, given them the environment and support they need, trust them to get the job done
6. Face-to-face communication is the most effective method of conveying information within the development team
7. Working software is the primary measure of progress
8. Agile processes support sustainable development, developers and customers should be able to continue development indefinitely
9. Continuous attention to technical excellence and good design enhances agility
10. Simplicity (defined as maximizing the work not done) is essential
11. The best architectures, requirements, and design emerge from self-organizing teams 
12. At regular intervals teams reflects how to become more effective and adjusts its behavior accordingly

Dari pengalaman saya, dalam mengembangkan perangkat lunak dengan pendekatan agile, maka prinsip utama yang harus dimiliki adalah KOMITMEN. Yakni komitmen tim pengembang dan komitmen stakeholders untuk terlibat dalam pengembangan perangkat lunak sepenuhnya. Tidak ada prinsip kunci lain yang dibutuhkan dalam pengembangan agile.
Silahkan lihat disini, sebuah contoh model proses pengembangan perangkat lunak dengan pendekatan agile:

Pressman mengemukakan beberapa varian dari model proses agile yakni:
Extreme Programming (XP)
Adaptive Software Development (ASD)
Scrum
Dynamic Systems Development Method (DSDM)
Crystal
Feature Driven Development (FDD)
Lean Software Development (LSD)
Agile Modeling (AM)
Agile Unified Process (AUP)

Universitas Indonesia (dalam ini Pusat Ilmu Komputer UI) mengemukakan sebuah model proses agile yang disebut PAUS (Pusilkom Agile Unified Process). Selengkapnya dapat dilihat pada link ini: http://ecl.cs.ui.ac.id/PAUS/index.htm


Rapid Prototyping Methodology


Prototyping merupakan salah satu Model Proses Perangkat Lunak. Pendekatan ini sering digunakan dalam pembuatan tugas proyek perangkat lunak ataupun dalam Laporan Kerja Praktek dan Tugas Akhir mahasiswa. Salah satu varian dari Model Proses Prototyping ini adalah Rapid Prototyping.

Langkah dari Rapid Prototyping adalah sebagai berikut:
1. Requirement Gathering and Analysis
Pengembang aplikasi mengumpulkan dan menganalisa kebutuhan lebih detail dari sistem yang akan dibangun. Deliverable: kebutuhan sistem rinci (detailed system requirements).
2. Quick Design and Rapid Prototyping
Pengembang aplikasi menggunakan pendekatan prototipe cepat untuk membangun rancangan sistem, termasuk tata letak menu dan basis data. Dalam fase ini pengguna akan diminta pendapat terhadap rancangan yang dibuat. Kemudian bila ada perubahan, rancangan akan disesuaikan hingga memenuhi kebutuhan pengguna. Rancangan ini harus menggarisbawahi fitur yang paling penting dari sistem. Deliverable: prototipe sistem (system prototype).
3. Implementation
Keterlibatan pengguna dalam fase implementasi merupakan keharusan. Hasil sementara akan selalu dikonfirmasikan ke pengguna untuk mendapatkan masukan. Deliverable: sistem yang sudah jadi.
4. Test and Release 
Fase ini juga dikenal sebagai konversi ke sistem operasional. Karena pengguna telah berperan aktif dalam Fase Perancangan dan Implementasi, seharusnya pada fase ini hanya sangat sedikit perubahan bila masih ada. Bila masih ada perubahan, maka kembali ke fase sebelumnya. Deliverable: dokumentasi dan hasil uji coba

Beberapa acuan dalam menggunakan metode ini dapat dilihat disini:
https://docs.google.com/file/d/0BxSxy7HfW5oJMGNjMTc0NDAtYmViOC00OTY3LWFkYmYtNDA5MzMwNmFhZTg1/edit


Dibawah ini adalah sebuah Gambar dari langkah-langkah model proses Rapid Prototyping Methodology: