Saya menulis hal ini terkait dengan postingan Pak Budi Raharjo disini: http://rahard.wordpress.com/2012/05/08/menggadaikan-perguruan-tinggi/; beliau mengungkapkan tentang Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2012 mengenai status ITB yang "dialihkan" menjadi PTP (atau Perguruan Tingi yang diselenggarakan oleh Pemerintah).
Beberapa pokok pikiran yang diungkapkan Pak Budi Raharjo adalah:\
1. Kata "pemerintah" dalam Peraturan Presiden tersebut.
2. Masalah otonomi perguruan tinggi
3. Masalah finansial penyelenggaran pendidikan.
Saya kira, pokok pikiran yang dikemukakan oleh Pak Budi Raharjo merupakan ungkapan keprihatinan seorang akademis dan tentu saja seorang pendidik. Terbersit nada kekuatiran mengenai arah dan masa depan pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan tinggi. Saya memahami dan menyetujui pendapat pak Budi Raharjo.
Yang menarik perhatian saya sebenarnya adalah dua link yang disertakan pak Budi di akhir tulisannya:
Link yang pertama adalah ini:
Link ini adalah tulisan seorang dosen Fakultas Hukum UI, terkait masalah kemandirian perguruan tinggi. Tentu saja, sebagai seorang Alumni Universitas Indonesia, maka saya pun turut "terhenyuh" dan merasa "miris" dengan kenyataan yang dituliskan oleh seorang dosen tersebut.
Saya sebagai pribadi berpendapat bahwa kita tidak dapat menghasilkan sesuatu yang berguna jika kita tidak diberikan kebebasan untuk melakukannya, dan terkait dengan pendidikan tinggi, sudah seharusnyalah Pemerintah memberikan OTONOMI bagi Universitas dalam keilmuan dan penyelenggaraan pendidikan. Valuasi cost-benefit sebenarnya TIDAK PERLU diperuntukkan untuk institusi pendidikan, karena pada dasarnya universitas itu adalah lembaga untuk mendidik dan mempersiapkan generasi penerus bangsa dengan mengembangkan keilmuan. Akan sangat disayangkan, jika karena PP tersebut diatas, mengorbankan kemandirian keilmuan sebuah institusi pendidikan tinggi (seperti UI dan ITB). Menurut saya, jika ini terjadi, maka kita telah sangat jauh meninggalkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, ajaran para founding fathers dan semangat reformasi 98 itu sendiri.
Tapi mau gimana lagi, seperti yang diungkapkan oleh Sulistyowati Irianto di link diatas, maka saya sebagai dosen, perlu untuk merenungi kembali "kittah" kita sebagai dosen, apakah kita memperlakukan universitas sebagai "lahan pekerjaan", tempat kita mencari uang, ataukah kita melihat universitas tempat kita bekerja sebagai sarana untuk pengembangan ilmu dan pendidikan?
Bagi saya, kebebasan otonomi keilmuan, HARUS dimulai dari setiap pribadi, yang terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Entah itu dosen, mahasiswa, dan pegawai, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem pendidikan itu sendiri.
Mungkinkah status BBM saya: RIP Magna Charta Universitatum, tepat untuk kondisi pendidikan Indonesia? Silahkan vote jawaban anda disini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar