"jadi kita akan menggunakan Alexa sebagai alat ukur keberhasilan ...."
Demikian sebuah kutipan pembicaraan dalam grup BBM.
Mengukur "kesuksesan" suatu aplikasi media sosial memang merupakan aktivitas yang tidak mudah. Salah satu owner situs twitter yang terkenal sangat membanggakan "jumlah visitor" yang berkunjung di website resminya. Promo besar-besaran tentang jumlah kunjungan websitenya menjadi acuan sebagai "posisi tawar" pemasangan iklan. Tapi apakah hanya demikian?
Secara teoritis, mengukur keberhasilan suatu aplikasi sosial media, dapat menggunakan dua-pendekatan yang berbeda, yakni:
1) pendekatan on site (mengukur aktivitas yang langsung terjadi di situs)
2) pendekatan off site (mengukur aktivitas yang berlangsung di situs-situs lain yang memungkinkan terjadinya interaksi)
Berikut penjelasan terkait pendekatan "mengukur" dengan menggunakan On Site Metric
Saya kira alat ukur on site metric yang terutama adalah ROI (return on investment). Contoh penggunaan ROI dalam mengukur bisa dilihat disini. Selayaknya suatu bisnis, dimana aplikasi sosial media merupakan sebuah produk, maka ROI harus menjadi acuan metrik keberhasilan. Memiliki ribuan, puluhan ribu bahkan jutaan followers di aplikasi Twitter, menjadi tidak "berguna" bila tidak mendapatkan ROI dari aplikasi tersebut. Memiliki jumlah visitor yang meningkat tajam, tanpa memiliki hubungan linier dengan ROI, maka tentu saja, tidak ada gunanya.
Teknik menghitung besaran manfaat yang diperoleh dari suatu investasi aplikasi, sistem informasi maupun instalasi jaringan harus menjadi acuan standar. Dan hal ini merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri yang cukup rumit. Saya termasuk satu diantara banyak akademisi dan profesional TI yang melakukan riser terkait investasi Teknologi Informasi. (Lihat riset saya disini).
Jenis on site metric berikutnya adalah "engagement/collaboration" atau "kedekatan hubungan/kolaborasi". Mengukur engagement/collaboration situs anda bisa dilakukan dengan melihat "time-on-site" atau lamanya seorang visitor melihat-lihat isi situs anda. Page View juga bisa dijadikan acuan besarnya engagement yang terjadi. Prinsipnya adalah seperti ini: makin lama seorang visitor melihat-lihat situs anda, maka makin besarlah engagement anda. Collaboration juga bisa dihitung dari banyaknya komentar, atau reply komentar yang ditulis atas suatu konten ada situs anda. ukuran ini biasa dilakukan pada situs-situs blogging.
Bagaimana dengan "eyeball" ?
Nah, eyeball inilah yang sering dijadikan acuan dalam mengukur keberhasilan suatu situs. Pada dasarnya eyeball adalah jumlah hit, ataupun traffic count dari suatu website. Perlu kita pahami dalam keilmuan informatika, istilah "hit" pada suatu web itu hanyalah berupa permintaan kepada web server, yang bisa berupa CSS, gambar dan HTML. Artinya adalah satu "page view" bisa memiliki selusin "hit" atau lebih.
Perlu diketahui bahwa aplikasi counter mendefinisikan satu kunjungan sebagai satu browser session dengan jarak antar page request tidak lebih dari 20 menit. Satu kunjungan adalah jika saya membuka situs anda dan poke satu bit kecil, membaca beberapa halaman dan mungkin mengisi sebuah form komentar. Jika saya membuka situs anda keesokan harinya dan melakukan hal yang sama, maka saya telah membukukan dua kunjungan dalam situs anda. Namun jika saya tidak menghapus cookies saya dan berkali-kali menggunakan komputer yang sama, maka dua kunjungan saya akan dihitung sebagai satu kunjungan saja.
Inilah sebabnya maka sebagai seorang peneliti Investasi Teknologi Informasi, saya tidak menyarankan untuk memasukkan "eyeball" sebagai acuan dalam menilai keberhasilan investasi situs anda. Eyeball cenderung tidak memberikan manfaat yang besar pada bisnis anda secara riil. Sebaiknya gunakanlah page view dengan time on site. Ukuran metric on site dapat dilihat pada server web tempat anda menghosting situs anda. Biasanya situs web hosting tersebut menyediakan laporan harian, mingguan dan bulanan serta tahunan mengenai "on site" metric situs anda.
ouch....lupa kalo ini masih bagian 1...cant wait vo 2nd part...sebuah info yg sangat bermanfaat...ganbatte ne mner/brur... ^_^
BalasHapusterima kasih sudah memberi komentar ... iya, saya masih sementara mengumpulkan bahan2 penulisan bag kedua ...
BalasHapusSetuju dengan penjelasannya mner... Sangat tidak masuk akal jika mengukur "kesuksesan" sebuah web site jika yang menjadi penilaian hanya seberapa besar PR, seberapa kecil alexa dan jumlah visitor. banyaknya visitor perhari tidak bisa dikatakan sukses jika ternyata bouncerate yang dihasilkan masih sangat tinggi apalagi jika tingkat konfersi dari web tersebut sangat kecil...
BalasHapusMakanya kita rasa lucu membaca sebuah web berita di SULUT yang menjadikan Alexa Rank dan PR sebagai sebuah ukuran bagi publisher untuk memasang iklan,...
bro eser: wah, anda sudah menginggung tentang bounce rate, padahal saya berencana membahasnya di tulisan bagian 2. langsung menunjukkan bahwa anda memang seorang praktisi yang aktif ...
Hapustentang penggunaan Alexa sebagai alat ukur keberhasilan, sebenarnya bisa bisa aja menurut pendapat saya. yang penting adlah kita harus "melihat" keseluruhan laporan statistik alexa, jgn hanya melihat jumlah hit dan traffic ratenya saja. tapi lihat juga page view dan visit page-nya jugs, dan time-to-read-page .... melihat secara komprehensif merupakan jaminan, bahwa analisis anda ttg keberhasilan web, makin jeli dan presisi.
Dalam keilmuan Investasi TI, semua pakar menyarankan agar supaya selalu dipergunakan lebih dari dua matriks pengukuran, agar supaya lebih menjamin keakuratan data. Makanya selain alexa, bisa jugs digunakan google analytics, selain, tentu saja berpatokan pada statistik web hosting masing2 ...
Coba saja terjun ke dunia portal kawan. Dan coba saja mengajukan proposal penawaran iklan ke pemasang iklan, khususnya yang ada di Jakarta.
HapusPasti anda akan ketemu dengan istilah, alexanya berapa? page viewnya berapa? Pengunjungnya dari mana saja?
Semua acuan yg bung Stanley katakan itu memang realita. Menggunakan google analystics bisa juga. Menggunakan AW Stat bisa juga. Menggunakan alat ukur laennya tentunya bisa juga. Itu tentu saja tergantung kita.
Tapi intinya, bagaimana kita meyakinkan pemasang iklan untuk mau menggunakan jasa kita.
Apa yg harus kami lakukan? Sebagai portal daerah, tentunya mengacu ke acuan yg dipakai portal yg lebih besar. Pada dasarnya, portal besar saat ini mengacu ke Alexa. Tapi itu kembali ke masing2 pengelola portal.
@bro eser: Makanya kita rasa lucu membaca sebuah web berita di SULUT yang menjadikan Alexa Rank dan PR sebagai sebuah ukuran bagi publisher untuk memasang iklan,...
---
Hehehe saya juga saat ini tertawa. Karena saya anggap anda itu lucu juga. Menyangsikan website yg menggunakan PR, tapi ternyata anda memerlukan domain ber PR tinggi untuk berbisnis. _http://eserzone.com/lagi-butuh-domain-pr-3/
Logislah kawan. Jangan hanya menertawakan orang, tapi berilah koreksi dan solusi kepada kami pengelola portal yang newbie ini.
@bung Stanley: menyarankan agar supaya selalu dipergunakan lebih dari dua matriks pengukuran, agar supaya lebih menjamin keakuratan data. Makanya selain alexa, bisa jugs digunakan google analytics, selain, tentu saja berpatokan pada statistik web hosting masing2..<<Ini saran yg logis.
Maaf klo ada salah2 kata
Salam
Bung Hermanto berkata jujur ....
Hapussebagai seorang akademisi, saya juga berlatar belakang seorang Konsultan TI di Jakarta. Kenyataan di lapangan juga seperti itu.
Makanya, saya cenderung menganut pandangan: lihat apa yang user dan stakeholders mau. Kalo mereka mau Alexa, yah, gunakan Alexa ... tokh, mereka yang duitnya kan ... LoL
Tapi sebenanrya semua buku2 teks Rekayasa Perangkat lunak, juga MENGGARISKAN prinsip yang sama, yakni: ... all software must meets user needs and expectation ... artinya, adlh keberhasilan suatu aplikasi, bergantung pada terpenuhi kebutuhan dan keinginan user/stakeholders ...
Jadi, disinilah kejelian seorang web developer ... ada jurang memang diantara profesional dan akademisi. Profesional cenderung maunya practical, sdgkn akademisi maunya in depth research ... saya percaya keduanya bisa disatukan ... disatukan oleh tag line: all software must meets user needs and expectations ...
Saya setuju bung Stanley. Tanggapan saya hanya berdasar pengalaman yg kami temui di lapangan. Mohon maaf, banyak kata2 yg salah mungkin dalam tanggapan saya. Maklum, saya tak pintar berargumen.
HapusTerima kasih buat masukan yg cukup kritis ini. Ditunggu bagian (masukan) keduanya.
Sukses buat anda dan kita semua
Salam
saya yang berterima kasih, karena komentar anda akan sangat bermanfaat bagi mahsiswa2 saya yang HARUS membaca tulisan2 ini sbg materi kuliah ...
HapusTerima Kasih sudah menjadi dosen buat mereka ...
Sukses (y)
Salut buat bung Stanley. Ahli IT yg selalu 'menunduk' meskipun banyak makan garam. Kami jarang bertemu akademisi IT seperti anda. Selalu share ilmu, and objektif.
HapusTitip bahan diskusi Bung : "Bagaimana caranya agar Pejabat di Sulut 100 persen mengerti IT?"
Sukses selalu
Salam,
keilmuan yang saya tekuni: Teknologi Informasi MEMBUTUHKAN prasyarat: harus mau belajar dari siapa saja, berhubung keilmuan ini masih sangat muda (baru sekitar 50 tahunan) dan masih sangat rentan dengan "perubahan" ..
HapusTentang bagaimana caranya agar Pejabat di SUlut 100 persen mengerti TI, saya hanya bisa memberikan tanggapan:
sejak tahun 2008, saya fokuskan riset2 saya pada e-government, mulai dari pemerintah pusat, BUMN dan pemerintah daerah, kesimpulan saya hanya satu kata saja: KOMITMEN!
Jika saja para pemimpin negara (pusat, daerah dan BUMN) mau ber-komitment memahami TI, maka semuanya akan lancar2 aja ...
dalam temuan penelitian saya (dan rekan2 saya di Lab IT Gov Fasilkom UI) kebanyakan top leader: kurang memiliki "komitmen" utk mengembangkan TI ... akibatnya Indonesia "makin tertinggal". Secara internasional, index implementasi e-gov di Indonesia makin menurun peringkatnya. (hasil riset dari lembaga pemeringkatan e-gov internasional sprt wasada university, dll)
Fakta ini mengherankan, karena pada waktu yang bersamaan, jumlah uang yang beredar di e-commerce (keluar-masuk Indonesia) meningkat tajam, dan sudah akan melebihi jumlah anggaran belanja Pemerintah kita sendiri (temuan riset dari Prof Rhenadl Kasali, bisa dibaca di buku Crazking Zone, Gramedia 2010)...
Artinya kemajuan TI di Indonesia, secara umum, cederung digerakkan oleh masyarakatnya: yakni Saudara Hermanto, Saudara Broeser dll ...
Miris memang yah. Apa yg kami temui di lapangan memang seperti itu Bung. Banyak pejabat daerah yg saat ini kurang mengerti tentang dunia IT (Tidak semua, tapi banyak). Malahan, ada yg sms saja terlambat tahu.
HapusAtau mungkin, diklat2 atau pendidikan yg berhubungan dengan birokrat, porsi pelajaran IT pragmatis-nya bisa diperbanyak ya.
Mudah2an di Sulawesi Utara semuanya akan berubah secepatnya. Dengan munculnya birokrat2 baru yg potensial dan mengerti bahkan melek IT, kita tentu berharap perhatian ke dunia ini akan lebih diperbesar oleh pemerintah, dan tentunya tidak lepas dari perhatian akademisi seperti anda.
Thankyou masukannya bung. Sukses selalu
Salam
berarti Eyeball blum butul2 tepat dang kote',,
BalasHapussoalnya kalo pake komputer yang sama untuk mengakses site yang sama, hanya dihitung sekali saja (tanpa menghapus cookies)
mas RealAdli, bukannya eyeball "tidak tepat". sbg akademisi, saya cenderung tidak menyarankan, mengapa? eyeball hanya "melihat" perhitungan dari satu sisi saja. untuk menjamin keakuratan perhitungan suatu web, semua pakar2 web analyst, menyarankan untuk melihat hasil perhitungan dari beberapa tools! jadi jangan hanya pake single tools: eyeball. tapi gunakanlah kombinasi beberapa tools counter.
Hapusdi bagian ketiga, saya akan kulas tentang beberapa aplikasi2 penghitung web analyst yang mumpuni kalo digunakan sekaligus, berhubung setiap aplikasi tersebut punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing ...
selengkapnya, saya akan bahas di kelas, saat membahas topik Long Tail ...
ooo re'en... *baru~tau*
Hapus*keren
bagian ke-3nya ditunggu mner... :D