Saya awali tulisan ini dengan kutipan dari milis grup dosen te_unsrat – revitalisasi kurikulum
…. Kalu mo bacarita dikotomi jalur pendidikan yaitu: (1) Jalur Diploma (vocational), dengan ciri khas dominasi practical skill; (2) Jalur Sarjana, dengan ciri khas dominasi intellectual skill ….
….. maka torang so musti memberi artikulasi yang jelas dari tataran konsep (penyusunan Kurikulum, GBPP, SAP) sampe di tataran pelaksanaan bahwa torang memang benar-benar sedang menyelenggarakan program pendidikan jalur sarjana dan bukan jalur diploma. Kalu nyanda, maka dua-dua tong nda dapa, mo bilang jalur sarjana teori payah, mar mo bilang jalur diploma le d p praktek payah. Ini kayaknya yang perlu diperhatikan dalam rangka apa yang disebut dengan revitalisasi kurikulum ini. Salah satu ciri bahwa torang ini adalah program sarjana (dan bukan program diploma) ya persentase (percentage) ilmu-ilmu dasar pa torang p kurikulum, kalu nda salah 15% - 20% stouw ta kurang jelas le d p angka. So musti perkuat ilmu-ilmu dasar (basic sciences)…..
….. Computer graphics juga merupakan gagasan matematik yang diimplementasikan ke dalam komputer. Semakin torang mo mendalami computer graphics semakin torang terjebak dalam matematika dan itu juga sekali lagi adalah ilmu dasar. Jadi bohong besar kalu mangaku tahu computer graphics tanpa menguasai matematika bahkan sampe kalkulus matriks. Kalu ada orang merasa menguasai computer graphics kong dia capai itu tanpa melalui penguasaan matematika maka yakinlah yang dia kuasai itu cuma de pe aspek practical saja dan tidak lebih, yang dia pegang itu cuma de pe aspek vocational saja dan tidak lebih ….
Tujuan pendidikan program sarjana (dan vokasi) sudah tertulis jelas, namun pada kenyataannya, setiap dosen di garis depan, masih tetap “bergumul” dalam menerapkan kurikulum (termasuk kurikulum berbasis kompetensi). Tarik menarik antara berfokus pada “teori” dan berfokus pada “praktek” membuat para dosen sering “keteteran”. Terlebih dalam dunia keilmuan Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, dimana perkembangan “praktek” sangat pesat.
Saya termasuk sedikit diantara beberapa dosen, yang sebelum menjadi akademisi, telah terlebih dahulu menekuni dunia professional TI (dengan memiliki beberapa sertifikasi). Sehingga, bagi saya, garis-batas antara dunia praktis dan akademis itu TERLIHAT JELAS. Berikut pemahaman saya mengenai dua – dunia tersebut:
Dunia akademis (intellectual skill):
- memiliki standar yang terukur (yang dinyatakan dengan gelar berjenjang, S1, S2, S3)
- mengandalkan paradigma riset dalam menyelesaikan masalah, sehingga HARUS memiliki dasar matematis yang kuat.
- memiliki jenjang pendidikan yang cenderung berlanjut – bertingkat (semester awal menjadi dasar untuk semester berikutnya). Karakteristik berlanjut – bertingkat ini yang masih sering “gagal” dipahami oleh mahasiswa dan masyarakat umum
Dunia Profesional (practical skill):
- memiliki standar yang kadang (belum) terukur secara jelas; biasanya kompetensi hanya dinyatakan dengan “pengakuan” diri sendiri dan/atau masyarakat dan sertifikasi dalam organisasi profesi
- mengandalkan paradigma “try and error” dalam penyelesaian masalah, sehingga tidak perlu memiliki dasar matematis yang kuat, cukup memiliki kemauan untuk terus belajar dengan mencoba berbagai hal baru
- tidak memiliki jenjang pendidikan yang berlanjut – bertingkat, hanya perlu memiliki pengalaman tertentu.
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah saya bisa rangkum dalam kalimat berikut:
mengapa setelah menyelesaikan kuliah (mencapai gelar S1 misalnya) sulit untuk mendapatkan pekerjaan?
Saya bisa menulis sebuah pertanyaan lain:
apakah menyelesaikan kuliah hanya sebagai modal untuk mendapatkan pekerjaan?
Pertanyaan yang gampang – gampang susah untuk dijawab. Karena pertanyaan ini mencoba untuk menggabungkan dua dunia yang sepertinya berbeda: dunia akademis dan dunia vokasi/professional. Dunia akademis memiliki tujuan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan intellectual skill, sedangkan dunia vokasi/profesional mengembangkan kemampuan practical skill. Perbedaan SIGNIFIKAN sudah nyata.
Disatu sisi, pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan keilmuan, dan ini berarti HARUS memperkuat paradigm riset, dengan berbasis pada ilmu-ilmu dasar (terutama matematika). Sedangkan di sisi lain, masyarakat umum (apalagi orang tua) berharap lulusan perguruan tinggi harus cepat diserap dunia kerja, sehingga calon sarjana harus dilengkapi dengan kemampuan praktis.
Dimana kita akan berdiri? Sikap mana yang akan kita ambil?
Memilih yang satu akan mengorbankan yang lain, sementara berusaha menggabungkan keduanya, akan cenderung menghasilkan lulusan yang “setengah-setengah”. Nurani setiap dosen selalu terganggu dengan kedua pertanyaan ini …. dimana saya harus berdiri?
Pada akhirnya, kita hanya bisa memilih untuk diri sendiri, dimana kita akan berdiri. Begitu juga setiap mahasiswa: apakah kita akan berfokus pada “intellectual skill” atau pada “practical skill”. Jika kita berkerinduan untuk mengembangkan keilmuan, maka tentu saja mengembangkan intellectual skill adalah pilihan kita, dan ini berarti harus berusaha menguasai ilmu-ilmu dasar.
mungkin sudah sepatutnyalah setiap mereka yang akan memasuki dunia pendidikan tinggi, berpikir “dua – kali”. Sekiranya anda ingin memasuki dunia kerja secepat mungkin, maka jalur pendidikan vokasi HARUS menjadi pilihan anda. Sedangkan yang ingin mengembangkan keilmuan, silahkan menempuh jalur pendidikan tinggi yang berjenjang (menyiapkan diri hingga S3).
Saya telah MEMILIH dan BERSIKAP untuk mengembangkan keilmuan … oleh karena itu saya “meninggalkan” dunia professional TI, dulunya sebagai pelaku aktif menjadi pengamat aktif.
kalau kita sih lebih memilih menekuni dunia profesional sir. Kadang dalam lingkungan kerja apalagi sebagai birokrat segala kreatifitas kita terkekang oleh berbagai "kebijakan" apalagi menyangkut TI dan ini sudah saya rasakan sendiri selama saya bekerja...
BalasHapusselamat ...
Hapusesensinya adalah harus berani memilih, karena kita tidak akan pernah menjadi experti, jika tidak memulai perjalanannya, dan awal perjalanan adalah "memilih" ..
saya, setelah menekuni dunia profesional TI slma 10 tahun lebih, memilih untuk menekuni dunia keilmuan TI ... :)